Masih dalam rangkaian webinar series peringatan hari jadi ke-9 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (FILKOM UB). Pada 14 November 2020 sudah sampai pada FILKOM Tech Talks #5, dengan narasumber Tri Astoto Kurniawan, Ph.D. selaku Ketua Software Engineering Laboratorium (SEL) di FILKOM dan Romi Satrio Wahono, M.Eng., Ph.D. selaku Founder dan CEO IlmuKomputerCom dan Brainmatics.
Pada sesi pertama Tri Astoto menyampaikan materi bertajuk Software Modeling in Agile Environments. Dalam pemaparannya Tri Astoto membahas tentang bagaimana memproduksi software berkualitas dalam waktu singkat dengan tidak meninggalkan dokumentasi. Tri Astoto membagi presentasinya dalam dua sesi utama, yaitu stretching session dan the game session. Stertching session digunakan untuk menyamakan persepsi, membahas tentang provoking idea:software myths, agile environments, software modelling, model-driven development (MDD). Sedangkan pada playing the game session, Tri Astoto membahas tentang model as an asset dan model ecosystem.
“Secara garis besar kita akan membahas bagaimana kita bisa mendayagunakan model yang ada di dalam arsitek software development menjadi sebuah asset yang nantinya memberikan keuntungan kepada kita sebagai developer maupun enterprise. Dimana didalamnya software menjadi basis dalam menjalankan proses bisnisnya,” jelas Tri Astoto.
Sementara pada sesi kedua Romi menyampaikan materi “10 Mitos Software Engineering”. Dengan pengalamannya selama 25 tahun berkecimpung di dunia software engineering, Romi mampu menyajikan pemaparannya dengan sangat menarik. Setiap mitos yang disampaikan dibahas dengan pendekatan teori dan studi kasus. Pada awal pemaparannya Romi menyampaikan bahwa mitos adalah cerita turun temurun yang mengandung penafsiran tentang alam semesta dan kita anggap benar tapi sesungguhnya tidak benar.
Sebagai contoh pada mitos nomor satu yang disampaikan Romi “Cara sekarang masih manual, karena itu butuh software”. Banyak orang Indonesia menganggap hal ini benar. Pada kenyataannya dari pengelamannya bekerja di perusahaan IT besar di beberapa negara maju, Romi mendapati bahwa pembuatan software bukan semata untuk menggantikan pekerjaan manual. Namun harus berdasar pada alasan karena dibutuhkan dan untuk memberikan manfaat lebih, baik untuk menciptakan business value atau peningkatan efektivitas dan efisiensi.
“Mitos ini saya jadikan mitos pertama karena saya banyak mengajar S2 dan S3 di banyak tempat. Saya kasih soal Anda masuk disebuah gedung yang canggih keren. Masuk langsung direkam wajah dan suara Anda. Terus kemudian saat masuk lift Anda bilang lantai dua, langsung ada jawaban ‘selamat datang Pak Romi Anda akan diantar ke lantai 2’. Masuk ruangannya Anda disapa lagi ‘selamat datang Pak Romi Anda masuk di ruangan 301’ misalkan begitu. Terus Anda Rapat sekitar satu jam, pamit ke toilet. Di toilet melihat kertas kontrol pembersihan toilet. Yang dicentang setelah bagian cleaning service membersihkan wastafel, mengepel atau mengganti tisu. Itu dalam satu kertas bisa untuk sampai 30 hari. Pertanyaannya supaya gedung ini makin canggih dan modern apa yang Anda lakukan sebagai sarjana komputer? 90% mahasiswa saya menjawab kertas ini saya ganti tablet. Ini langkah yang stupid. Ngapain kertas itu dibuat tablet? Gak ada untungnya apapun. Satu kertas itu 30 hari kalau ada 30 toilet butuh 30 kertas per bulan. Per tahun tidak sampai satu rim yang dibutuhkan. Biaya operasionalnya tidak sampai 50 ribu satu tahun. Ditambah beli bolpoin anggap 100 ribu satu tahun. Total cuma 150 ribu dengan cara manual. Kalau saya ganti tablet, satu tablet harganya 3 juta. Dikali 30 toilet jadi 90 juta. Ongkos development softwarenya 300 juta, total hampir 400 juta. Kapan bisa BEP untuk menggantikan yang 150 ribu itu. Jadi ngapain pakai software. Biar aja dia pakai kertas saja,” jelas Romi. [dna]
Rekaman lengkap FILKOM Tech Talks #5 dapat diakses di youtube FILKOM UB si tautan berikut https://www.youtube.com/channel/UC-Z5VcGLAFWHxGIKIU44T7Q.