Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya menyelenggarakan kegiatan workshop Kelas Kolaboratif Partisipatif Berbasis Learning Management System yang dilaksanakan selama tiga hari pada tanggal 8 sampai 10 Juni 2021. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui Zoom. Pada hari pertama pokok pembahasan terbagi menjadi 3 (tiga) materi, yang pertama mengenai Kebijakan Kelas Kolaboratif Partisipatif yang disampaikan oleh Dr. Eng Herman Tolle, ST., MT, Kedua membahas Model Perkuliahan Project-Based Learning yang disampaikan Harnan Malik Abdullah, ST., M.Sc, dan materi terakhir mengenai Penyusunan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang disampaikan Eko Setiawan,ST.,M.Eng., Ph.D. Kegiatan Hari pertama ini dipandu oleh Yuita Arum Sari, S.Kom., M.Kom selaku moderator dan pembawa acara.
Masuk dalam materi pertama Herman Tolle menyampaikan Kebijakan Kelas Kolaboratif Partisipatif. Kelas Kolaboratif Partisipatif ini didasari oleh Indikator Kinerja Utama dari setiap perguruan tinggi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menetapkan 8 indikator yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu kualitas lulusan, kualitas dosen dan kualitas kurikulum dan pembelajaran. Pada kesempatan kali ini FILKOM UB membuat suatu kebijakan baru dimana dosen dapat lebih berinteraktif terhadap mahasiswa dalam menyampaikan pembelajaran yaitu dengan Kelas Kolaboratif dan Partisipatif ini.
“Tidak lupa tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah agar para dosen FILKOM UB dapat mempersiapkan pembelajaran pada semester depan agar lebih baik dan optimal, tujuan utama dalam IKU adalah mencetak lulusan berkualitas di setiap perguruan tinggi, tentunya FILKOM akan berusaha dalam memenuhi seluruh aspek IKU”ujar Herman Tolle.
Perlu diketahui kebijakan pembelajaran di FILKOM sendiri dalam semester ganjil 2021/2022 masih menerapkan pembelajaran daring dan mencoba menggunakan blended learning yaitu terdapat beberapa kelas atau mata kuliah yang diadakan secara luring atau tatap muka, kan tetapi hanya diprioritaskan untuk mahasiswa angkatan 2020 itupun hanya sejumlah 25% dari semua mahasiswa. Karena sebagian besar masih menggunakan sistem daring maka menurut Herman Tolle yang juga selaku Wakil Dekan Bidang Akademik berharap agar seluruh dosen FILKOM lebih interaktif dalam memberikan materi perkuliahan. Fakultas juga berinisiatif memberikan reward untuk pengembangan modul pembelajaran digital dan pembelajaran berbasis proyek/studi kasus ini. Oleh karena itu dosen FILKOM sebaiknya menggunakan modul daring dalam sistem pembelajaran dan menyampaikan materi. Modul daring diartikan sebagai bahan belajar mandiri terdiri dari konten dan aktivitas terstruktur dalam alur pembelajaran yang dijelaskan secara jelas oleh pengajar/dosen dan dirancang khusus agar dapat dipelajari sendiri kapan saja, di mana saja oleh mahasiswa dengan atau tanpa keberadaan pengajar/dosen.
Blended learning sendiri menurut Herman Tolle adalah sebuah kemudahan dalam proses pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya pembelajaran, memperkenalkan berbagai pilihan media dialog antar fasilitator dengan orang yang mendapat pengajaran. Selain itu blended learning juga sebagai kombinasi pengajaran langsung (face to face) dan pengajaran online, tapi lebih daripada itu sebagai elemen dari interaksi sosial. Modul daring di LMS (Learning Management System) Eling sendiri berisi materi bacaan, video ajar serta penugasan secara terstruktur bagi mahasiswa, kemudian mahasiswa dapat mengakses dan berinteraksi melalui LMS tersebut. FILKOM sendiri memberikan fasilitas dua platform yaitu LMS berbasis Moodle yakni FILKOM Eling dan Video Platform Management yaitu FILKOM Panopto.
Materi kedua yaitu Model Perkuliahan Project-Based Learning (PjBL), mengawali materi Harnan menyampaikan mengenai Teacher Centered Learning (TCL) yaitu model pembelajaran dimana aktivitas belajar mengajar di kelas di pusatkan pada pengajar, hal ini tentunya diasosiasikan dengan pendekatan tradisional. Pembelajaran satu arah ini dirasa kurang efisien dalam memberikan pemahaman bagi mahasiswa dalam menyerap materi yang disampaikan. PjBL sendiri adalah dimana menjadikan mahasiwa paham akan materi pembelajaran yang disampaikan, hal ini dengan menggunakan Student Centered Learning (SCL) yaitu menempatkan mahasiswa sebagai subyek yang aktif dan mandiri, bertanggung jawab atas pembelajarannya serta mampu belajar beyond the classroom. Mahasiswa diharapkan memiliki dan menghayati jiwa life-long learner serta menguasai hard skills dan soft skills yang saling mendukung. Sementara itu para pengajar atau dosen beralih fungsi sebagai fasilitator termasuk sebagai mitra pembelajaran, tidak lagi sebagai sumber pengetahuan utama.
“Elemen penting dalam PjBL yaitu adanya sistem dan lingkungan yang mendukung serta tujuan dan scope project terdefinisi dengan baik dan jelas. Selain itu akan timbul rasa tanggung jawab, motivasi, disiplin dan kepercayaan diri bagi peserta didik” ujar Harnan.
Proyek dalam konteks PjBL adalah pengalaman intensif yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan yang menarik bagi mereka sendiri dan penting untuk program studi. Proyek dapat melibatkan anggota komunitas, dan sering menghasilkan pameran dan produk untuk tujuan atau audiens dunia nyata. Ide proyek tersebut dapat berasal dari pengajar, peserta didik atau dari masyarakat sendiri, dan biasanya berlangsung selama dua hingga delapan minggu. PjBL merupakan pendekatan pengajaran yang dibangun atas kegiatan pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik yang terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.
Dalam materi ketiga yang disampaikan oleh Eko Setiawan mengenai Penyusunan Rencana Pembelajaran Semester (RPS), Eko menyampaikan bahwa landasan hukum dalam penyusunan RPS ini berpedoman pada beberapa peraturan yang tertuang dalam Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri mengenai Pendidikan tinggi. Dalam beberapa peraturan tersebut mengatur mengenai Kurikulum Pembelajaran. Kurikulum sendiri diartikan sebagai seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan khususnya pada Pendidikan Tinggi dan di dalam siklus kurikulum Pendidikan Tinggi terdapat tahapan dalam merancang pembelajaran dan Menyusun RPS, hal tersebut yang akan dijelaskan lebih luas oleh Eko.
Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah diartikan sebagai suatu rencana proses pembelajaran yang disusun untuk kegiatan pembelajaran selama satu semester guna memenuhi capaian pembelajaran lulusan yang dibebankan pada mata kuliah. RPS ditetapkan dan dikembangkan oleh dosen secara mandiri atau bersama kelompok sebidang keahlian suatu bidang ilmu pengetahuan dan atau teknologi dalam program studi. RPS mencangkup target pembelajaran, bahan kajian, metode pembelajaran, waktu dan tahapan, asesmen hasil capaian pembelajaran, serta dapat diakses oleh mahasiswa dan dilaksanakan secara konsisten.
Dalam prinsip penyusunan RPS menurut Eko adalah dimana RPS dirancang untuk menghasilkan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) sehingga dapat dijalankan oleh mahasiswa dalam di setiap tahapan serta memandu mahasiswa untuk belajar agar memiliki kemampuan sesuai dengan CPL. Pembelajaran dalam RPS adalah pembelajaran yang berpusat pada mehasiswa (student centered learning) seperti apa yang dikemukakan oleh Harnan Malik pada materi kedua.(drn)